Total Tayangan Halaman

Selasa, 18 Januari 2011

Pemeriksaan LAB DEMAM TIFOID TUBEX TEST

LABORATORIUM
a) 1SOLASI MIKROORGANISME
Sampai saat ini, untuk menegakkan diagnosis definitif demam tifoid tetap dibutuhkan isolasi organisme dari spesimen darah atau sumsum tulang penderita. Hal ini dikarenakan kasus karier tifoid dapat memberikan hasil positif palsu. Pada pasien yang belum diobati, kultur darah menunjukkan hasil positif pada 40-60% kasus, terutama jika kultur dilakukan pada awal perjalanan penyakit. Kultur dari sediaan sumsum tulang menunjukkan hasil positif yang lebih tinggi, mencapai 90%. Pemberian antibiotika sebelum pengambilan spesimen tidak mempengaruhi sensitivitas pemeriksaan kultur sumsum tulang. 5.6
Untuk mendapatkan hasil yang baik, faktor terpenting yang memengaruhi sensitivitas pemeriksaan kultur darah adalah jumlah spesimen darah. Pada pasien dewasa, dibutuhkan sejumlah 10-15 ml darah, sedangkan pada pasien anak hanya dibutuhkan 2-4 ml darah karena derajat bakteremia yang lebih tinggi pada pasien anak.

b) PEMERIKSAAN SEROLOGI
1. Uji Widal
2. Uji Tubex
3. Uji Thypidot
4. IgM dipstick
1.Uji Widal
Untuk tujuan pemeriksaan serologi, dibutuhkan 1-3 cc darah yang ditampung dalam tabung tanpa antikoagulan. Pemeriksaan dapat langsung dilakukan atau ditunda selama 1 minggu tanpa mengubah titer antibodi. Pemeriksaan serologi untuk menunjukkan infeksi demam tifoid yang tertua adalah uji Felix-Widal atau yang lebih dikenal dengan uji Widal. Uji ini mengukur titer antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan anti¬gen H. Secara umum, antigen O mulai muncul pada hari ke 6-8 dan antigen H mulai muncul pada hari ke 10-12 dihitung sejak hari timbulnya demam. Uji ini memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang tidak telalu baik (lihat pembahasan berikut). Pemeriksaan ini memberikan hasil negatif palsu pada 30% kasus. Hal yang dapat mempengaruhi adalah pemberian antibiotika sebelum pengambilan bahan yang dapat menimbulkan respons kekebalan tubuh. 1.5.6
Hal lain yang harus dipertimbangkan dalam interpretasi adalah kesamaan antigen O dan H yang dimiliki S. typhi dengan salmonella lain, bahkan kesamaan epitop dengan Enterobactericeae lain yang dapat menyebabkan hasil positif palsu. Hasil positif palsu juga dilaporkan didapatkan pada keadaan klinis lain seperti malaria dan sirosis. Pada daerah endemis, populasi normal yang tidak sakit dapat memiliki antibodi dengan titer rendah. Karena itu, penentuan cut off untuk hasil positif adalah hal yang mutlak dilakukan kendati hal ini tidak mudah dilakukan karena variasi yang besar pada area dan waktu yang berbeda. Jika cut off dapat dilakukan dengan baik, pemeriksaan Widal tunggal dapat digunakan untuk membantu penegakkan diagnosis walaupun kenaikan titer antibodi > 4 kali pada sampel konvalesen tetap lebih dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis. Meskipun pemeriksaan Widal memiliki banyak keterbatasan, pada daerah yang belum memiliki pemeriksaan diagnosis yang lebih baru misalnya uji Tubex, Typhidot, Dipstick, namun pemeriksaan ini masih dianjurkan untuk dilakukan dengan pertimbangan klinis yang seksama dan penetapan titer cut off lokal. 1.5.6
Widodo D, dkk melakukan studi cross sectional pada 300 responden sehat di 5 kecamatan di wilayah DKI Jakarta tahun 2006. Sebagian besar responden memberikan hasil seropositif pada pemeriksaan serologi Widal S. typhi O (55,7%), H (78%), S. paratyphi A H (64,3%), B O (71%), dan B H (78%). Terdapat 1,3% responden sehat dengan titer S. typhi O > 1/160, 7,7% responden dengan titer H > 1/320. Tidak ada responden yang memiliki titer S. parathypi A O dan C O > 1/ 160. Hanya sebagian kecil responden sehat yang memiliki titer S. parathypi B O > 1/160 (1,34%), A H > 1/320 (5,33%), B H > 1/320 (2,67%), S. paratyphi C H > 1/320 (0,66%). Karena itu, berdasarkan penejitian ini disimpulkan bahwa cut off terbaik uji Widal satu kali untuk diagnosis demam tifoid dan uji Widal S.paratyphi di Jakarta adalah > 1/160 untuk titer O dan > 1/320 untuk titer H.8
2. Uji Tubex
Pemeriksaan ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit). Untuk meningkatkan spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan anti¬gen O9 yang hanya ditemukan pada Salmonellae serogroup D dan tidak pada mikroorganisme lain. Antigen yang menyerupai ditemukan pula pada Trichinella spiralis tetapi antibodi terhadap kedua jenis antigen ini tidak bereaksi silang satu dengan yang lain. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif. 1.9
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan. Anti¬gen ini dapat merangsang respons imun secara independen terhadap timus, pada bayi, dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat ini, respon terhadap anti¬gen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau. 1.9
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi:1.9
1. Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas.
2. Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S. typhi O9
3. Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.
Komponen-komponen ini stabil disimpan selama 1 tahun dalam suhu 40C dan selama beberapa minggu dalam suhu kamar.
Di dalam tabung, satu tetes serum dicampur selama kurang lebih 1 menit dengan satu tetes reagen A. Dua tetes reagen B kemudian dicampurkan dan didiamkan selama 1-2 menit. Tabung kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan didiamkan. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat pada label 1.
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen B akan bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan pada daerah yang mengandung medan magnet (magnet rak), komponen mag-net yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen B. Sebagai akibatnya, terlihat warna merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi terhadap O9, antibodi pasien akan berikatan dengan reagen A menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan memberikan warna biru pada larutan.

Tabel 1. Interpretasi hasil uji Tubex9
Skor         Interpretasi
<2       Negatif
3         Borderline
 4-5    Positif
 >6     Positif

Berbagai penelitian (House dkk, 2001; Olsen dkk, 2004; dan Kawano dkk, 2007) menunjukkan uji ini memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang baik (berturut-turut 75-80% dan 75-90%).1.9.10